"Dia Allah Maha Mengetahui Apa Yang Ada di Langit dan apa Yang Ada di Bumi, Dia Allah Mengetahui Apa yang Kamu Nyatakan dan apa yang Kamu sembunyikan dan Dia Allah Mengetahui Apa yang ada di sudut hatimu"

4 Feb 2011

Saat Terindah Dalam Hidup Manusia

Pernakah Anda mengalami saat-saat terindah dalam hidup Anda? Apakah yang Anda rasakan pada saat itu? Bukankah Anda merasakan hati Anda sangat bahagia sehingga Anda ingin seandainya saat-saat itu terulang kembali?
Setiap insan tentu pernah merasakan saat-saat terindah dalam hidupnya, akan tetapi masing-masing orang akan menjadikan saat terindah dalam hidupnya sesuai dengan apa yang mendominasi hati dan jiwanya.
Orang yang sedang semangat melakukan usaha perdagangan dan bisnis menganggap saat terindah adalah ketika dia berhasil meraup keuntungan besar dan berlipat ganda dalam bisnisnya. Orang yang berambisi besar untuk mendapatkan kedudukan dan jabatan duniawi merasa saat yang terindah adalah ketika dia berhasil menduduki jabatan tinggi dan penting dalam kariernya.
Demikian pula, orang yang sedang dimabuk cinta merasa bahwa saat terindah adalah ketika cintanya diterima oleh sang kekasih dan ketika berjumpa dengannya.
Demikianlah sekilas gambaran keadaan manusia dalam menilai saat-saat terindah dalam hidup mereka Sekarang marilah kita perhatikan dan renungkan dengan seksama, manakah di antara semua itu yang benar-benar merupakan kebahagiaan dan keindahan yang sejati, sehingga orang yang mendapatkannya berarti sungguh dia telah merasakan saat terindah dalam hidupnya?
Renungan tentang keindahan dan kebahagiaan hidup yang sejati
Imam Ibnul Qayyim berkata, “Sesungguhnya bentuk-bentuk kebahagiaan (keindahan) yang diprioritaskan oleh jiwa manusia ada tiga (macam):
1- Kebahagiaan (keindahan) di luar zat (diri) manusia, bahkan keindahan ini merupakan pinjaman dari selain dirinya, yang akan hilang dengan dikembalikannya pinjaman tersebut. Inilah kebahagiaan (keindahan) dengan harta dan kedudukan (jabatan duniawi).
Keindahan seperti ini adalah seperti keindahan seseorang dengan pakaian (indah) dan perhiasannya, tapi ketika pandanganmu melewati penutup dirinya tersebut maka ternyata tidak ada satu keindahanpun yang tersisa pada dirinya!
Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa ada seorang ulama yang menumpang sebuah kapal laut bersama para saudagar kaya, kemudian kapal tersebut pecah (dan tenggelam bersama seluruh barang-barang muatan). Maka para saudagar tersebut serta merta menjadi orang-orang yang hina dan rendah (karena harta mereka tenggelam di laut) padahal sebelumnya mereka merasa mulia (bangga) dengan kekayaan mereka. Sedangkan ulama tersebut sesampainya di negeri tujuan beliau dimuliakan dengan berbagai macam hadiah dan penghormatan (karena ilmu yang dimilikinya). Ketika para saudagar yang telah menjadi miskin itu ingin kembali ke negeri mereka, mereka bertanya kepada ulama tersebut: Apakah anda ingin menitip pesan atau surat untuk kaum kerabat anda? Maka ulama itu menjawab: “Iya, sampaikanlah kepada mereka: Jika kalian ingin mengambil harta (kemuliaan) maka ambillah harta yang tidak akan tenggelam (hilang) meskipun kapal tenggelam, oleh karena itu jadikanlah ilmu sebagai (barang) perniagaan (kalian)”.
2- (Bentuk) kebahagiaan (keindahan) yang kedua: kebahagiaan (keindahan) pada tubuh dan fisik manusia, seperti kesehatan tubuh, keseimbangan fisik dan anggota badan, keindahan rupa, kebersihan kulit dan kekuatan fisik. Keindahan ini meskipun lebih dekat (pada diri manusia) jika dibandingkan dengan keindahan yang pertama, namun pada hakikatnya keindahan tersebut di luar diri dan zat manusia, karena manusia itu dianggap sebagai manusia dengan ruh dan hatinya, bukan (cuma sekedar) dengan tubuh dan raganya, sebagaimana ucapan seorang penyair:
Wahai orang yang (hanya) memperhatikan fisik, betapa besar kepayahanmu dengan mengurus tubuhmu
Padahal kamu (disebut) manusia dengan ruhmu bukan dengan tubuhmu
[1]Inilah keindahan semu dan palsu milik orang-orang munafik yang tidak dibarengi dengan keindahan jiwa dan hati, sehingga Allah Ta’ala mencela mereka dalam firman-Nya:
{وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِنْ يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ}
Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh (penampilan fisik) mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka seakan-akan kayu yang tersandar” (QS al-Munafiqun: 4).
Artinya: mereka memiliki penampilan rupa dan fisik yang indah, tapi hati dan jiwa mereka penuh dengan keburukan, ketakutan dan kelemahan, tidak seperti penampilan lahir mereka[2].
3- (Bentuk) kebahagiaan (keindahan) yang ketiga: inilah kebahagiaan (keindahan) yang sejati, keindahan rohani dalam hati dan jiwa manusia, yaitu keindahan dengan ilmu yang bermanfaat dan buahnya (amalan shaleh untuk mendekatkan kepada Allah Ta’ala).
Sesungguhnya kebahagiaan inilah yang menetap dan kekal (pada diri manusia) dalam semua keadaan, dan menyertainya dalam semua perjalanan (hidupnya), bahkan pada semua alam yang akan dilaluinya, yaitu: alam dunia, alam barzakh (kubur) dan alam tempat menetap (akhirat). Dengan inilah seorang hamba akan meniti tangga kemuliaan dan derajat kesempurnaan”[3].
Berbahagialah dengan saat terindah dalam hidupmu!
Berdasarkan renungan tentang keindahan dan kebahagiaan hidup di atas, maka jelaslah bahwa keindahan dan kebahagiaan yang sejati dalam hidup manusia adalah dengan mengamalkan amalan shaleh yang dicintai oleh Allah Ta’ala dan mengutamakannya di atas segala sesuatu yang ada di dunia ini.
Inilah keindahan dan kebahagiaan sejati yang direkomendasikan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya,
{قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ}
Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka (orang-orang yang berilmu) bergembira (berbangga), kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa (kesenangan duniawi) yang dikumpulkan (oleh manusia)” (QS Yunus:58).
Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar mereka merasa bangga (gembira dan bahagia) dengan anugerah yang Allah Ta’ala berikan kepada mereka, dan Dia U menyatakan bahwa anugerah dari-Nya itu lebih indah dan mulia dari semua kesenangan dunia yang berlomba-lomba dikejar oleh kebanyakan manusia ”Karunia Allah” dalam ayat ini ditafsirkan oleh para ulama ahli tafsir dengan “keimanan”, sedangkan “Rahmat Allah” ditafsirkan dengan “Al Qur-an”, yang keduanya (keimanan dan Al Qur-an) adalah ilmu yang bermanfaat dan amalan shaleh, sekaligus keduanya merupakan petunjuk dan agama yang benar (yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)[4].
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata, “Kenikmatan (yang berupa) agama (iman) yang bergandengan dengan kebahagiaan dunia dan akhirat (jelas) tidak bisa dibandingkan dengan semua kenikmatan duniawi yang hanya sementara dan akan hilang”[5].
Inilah kebahagiaan hakiki bagi hati dan jiwa manusia, yang digambarkan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam ucapan beliau, “Semua perintah Allah (dalam agama Islam), hak-Nya (ibadah) yang Dia wajibkan kepada hamba-hamba-Nya, serta semua hukum yang disyariatkan-Nya (pada hakekatnya) merupakan qurratul ‘uyuun (penyejuk pandangan mata), serta kesenangan dan kenikmatan bagi hati (manusia), yang dengan (semua) itulah hati akan terobati, (merasakan) kebahagiaan, kesenangan dan kesempurnaan di dunia dan akhirat. Bahkan hati (manusia) tidak akan merasakan kebahagiaan, kesenangan dan kenikmatan yang hakiki kecuali dengan semua itu. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
{يا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدىً وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ، قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ}
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa (kesenangan duniawi) yang dikumpulkan (oleh manusia)” (QS.Yuunus:57-58)”[6].
Maka berdasarkan semua ini, berarti saat yang paling indah dalam hidup seorang manusia adalah ketika Allah Ta’ala melimpahkan taufik-Nya kepadanya untuk mengikuti jalan Islam dan memberi petunjuk kepadanya untuk memahami dan mengamalkan petunjuk-Nya guna mencapai keridhaan-Nya.
Inilah pernyataan yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada shahabat yang mulia, Ka’ab bin Malik, ketika Allah Ta’ala menurunkan ayat al-Qur’an[7] tentang diterima-Nya taubat shahabat ini dan dua orang shahabat lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya dengan wajah yang berseri-seri karena gembira, “Berbahagialah dengan hari terindah yang pernah kamu lalui sejak kamu dilahirkan ibumu”[8].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menamakan hari diterimanya taubat seorang hamba oleh Allah Ta’ala sebagai hari/saat yang terindah dalam hidupnya karena taubat itulah yang menyempurnakan keislaman seorang hamba, maka ketika dia masuk Islam itulah awal kebahagiaannya dan ketika Allah Ta’ala menerima taubatnya itulah penyempurna dan puncak kebahagiaannya, sehingga hari itu adalah saat terindah dalam hidupnya[9].
Imam Ibnul Qayyim berkata, “Dalam hadits ini terdapat argumentasi (yang menunjukkan) bahwa hari yang paling indah dan utama bagi seorang hamba secara mutlak adalah ketika dia bertaubat kepada Allah dan Allah menerima taubatnya.…Kalau ada yang bertanya: Bagaimana (mungkin) hari ini (dikatakan) lebih baik daripada hari (ketika) dia masuk Islam? Jawabannya: hari ini adalah penyempurna dan pelengkap hari (ketika) dia masuk Islam, maka hari (ketika) dia masuk Islam adalah awal kebahagiaanya, sedangkan hari taubatnya adalah penyempurna dan pelengkap kebahagiaanya, wallahu musta’aan[10].
Senada dengan hadits di atas, ucapan shabat yang mulia, Anas bin Malik yang menggambarkan kegembiraan para shahabat ketika mendengar sebuah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Anas bin Malik berkata, “Maka kami (para shahabat ) tidak pernah merasakan suatu kegembiraan setelah (kegembiraan dengan) Islam melebihi kegembiraan kami tatkala mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Engkau (akan dikumpulkan di surga) bersama orang yang kamu cintai”. Maka aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu bakar t dan Umar t, dan aku berharap akan bersama mereka (di surga nanti) dengan kecintaanku kepada mereka meskipun aku belum mampu melakukan seperti amal perbuatan mereka”[11].
Hadits yang agung ini menunjukkan bahwa saat-saat yang terindah bagi orang-orang yang sempurna imannya, para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ketika mereka mendapat hidayah untuk menempuh jalan Islam dan ketika mereka memahami serta mengamalkan petunjuk Allah Ta’ala untuk mencapai ridha-Nya dan masuk ke dalam surga-Nya.
Saat yang paling indah di akhirat kelak adalah ketika bertemu Allah Ta’ala
Allah Ta’ala berfirman,
{فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا}
Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya (Allah Ta’ala) maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan Allah dengan apapun dalam beribadah kepada-Nya” (QS al-Kahfi:110).
Inilah saat terindah yang dinanti-nantikan oleh orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah Ta’ala, yaitu saat ketika bertemu dengan-Nya untuk mendapatkan balasan kebaikan dan kemuliaan dari-Nya[12].
Dalam sebuah doa dari Imam Hasan al-Bashri: “Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik amalan kami sebelum ajal (menjemput) kami, dan jadikanlah sebaik-baik hari (bagi) kami adalah hari ketika kami berjumpa dengan-Mu”[13].
Mereka inilah orang-orang yang mencintai perjumpaan dengan Allah Ta’ala maka Allah pun mencintai perjumpaan dengan mereka, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,Barangsiapa yang mencintai perjumpaan dengan Allah maka Allah mencintai perjumpaan dengannya[14].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan kegembiraan orang yang bertakwa ketika bertemu Allah Ta’ala dengan amal shaleh yang mereka lakukan di dunia, dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang yang berpuasa akan merasakan dua kegembiraan; kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika berjumpa dengan Rabbnya (Allah Ta’ala)”[15].
Kemudian, saat yang paling indah bagi orang-orang yang beriman ketika berjumpa dengan Allah Ta’ala adalah saat mereka memandang wajah-Nya yang maha mulia. Inilah kenikmatan tertinggi yang Allah janjikan bagi mereka yang melebihi besarnya kenikmatan lainnya yang ada di surga. Allah Ta’ala berfirman,
{لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat wajah Allah Ta’ala). Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya” (QS Yuunus:26).
Arti “tambahan” dalam ayat ini ditafsirkan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih, yaitu kenikmatan melihat wajah Allah Ta’ala, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling memahami makna firman Allah Ta’ala[16]. Dalam hadits yang shahih dari seorang sahabat yang mulia, Shuhaib bin Sinan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika penghuni surga telah masuk surga, Allah Ta’ala Berfirman: “Apakah kalian (wahai penghuni surga) menginginkan sesuatu sebagai tambahan (dari kenikmatan surga)? Maka mereka menjawab: Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari (azab) neraka? Maka (pada waktu itu) Allah Membuka hijab (yang menutupi wajah-Nya Yang Maha Mulia), dan penghuni surga tidak pernah mendapatkan suatu (kenikmatan) yang lebih mereka sukai dari pada melihat (wajah) Allah Ta’ala”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat tersebut di atas[17].
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa kenikmatan melihat wajah Allah Ta’ala adalah kenikmatan yang paling mulia dan agung serta melebihi kenikmatan-kenikmatan di surga lainnya[18].
Imam Ibnu Katsir berkata: ”(Kenikmatan) yang paling agung dan tinggi (yang melebihi semua) kenikmatan di surga adalah memandang wajah Allah yang maha mulia, karena inilah “tambahan” yang paling agung (melebihi) semua (kenikmatan) yang Allah berikan kepada para penghuni surga. Mereka berhak mendapatkan kenikmatan tersebut bukan (semata-mata) karena amal perbuatan mereka, tetapi karena karunia dan rahmat Allah” [19].
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggandengkan kenikmatan tertinggi ini dengan sifat kekasih Allah Ta’ala yang disebutkan dalam hadits di atas, yaitu selalu merindukan perjumpaan dengan Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam doa beliau, “(Ya Allah) aku meminta kepada-Mu kenikmatan memandang wajah-Mu (di akhirat nanti) dan aku meminta kepada-Mu kerinduan untuk bertemu dengan-Mu (sewaktu di dunia), tanpa adanya bahaya yang mencelakakan dan fitnah yang menyesatkan[20].
Imam Ibnul Qayyim dalam kitab beliau “Ighaatsatul lahafaan”[21] menjelaskan keterkaitan dua hal ini, yaitu bahwa kenikmatan tertinggi di akhirat ini (melihat wajah Allah Ta’ala) adalah balasan yang Allah Ta’ala berikan kepada orang yang selalu mengharapkan dan merindukan pertemuan dengan Allah Ta’ala, yaitu kekasih-Nya yang telah merasakan kesempurnaan dan kemanisan iman, yang wujudnya berupa perasaan tenang dan bahagia ketika mendekatkan diri dan berzikir kepada-Nya.
Atau dengan kata lain, orang yang akan menjumpai saat yang paling indah dan dinanti-nantikan di akhirat ini, yaitu saat melihat wajah Allah Ta’ala yang maha mulia, adalah orang yang ketika di dunia dia merasakan bahwa saat terindah dalam hidupnya adalah ketika dia beribadah dan mendekatkan diri kepada Zat yang dicintainya, Allah Ta’ala.
Nasehat dan penutup
Demikianlah gambaran saat-saat paling indah bagi para kekasih Allah Ta’ala di dunia dan akhirat, bandingkanlah dengan saat-saat yang dianggap paling indah oleh mayoritas manusia sekarang ini.
Kemudian tanyakan kepada diri kita sendiri: apakah yang kita anggap sebagai saat terindah dalam hidup kita?
Maka berbahagialah hamba Allah yang menjadikan saat terindah dalam hidupnya ketika dia beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Berbahagialah dengan kabar gembira dari Allah Ta’ala berikut ini:
{إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنزلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ نزلا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ}
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (beristiqamah), maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan memberi kabar gembira): “Janganlah kamu merasa takut dan bersedih hati; dan bergembiralah dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah penolong-penolongmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya (surga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) apa yang kamu minta”. Sebagai hidangan (balasan yang kekal bagimu) dari (Allah) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Fushilat: 30-32).
Dalam ayat lain, Allah berfirman:
{أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ * الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ، لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ، لا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ، ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ}
Ketahuilah, sesungguhnya wali-wali (kekasih) Allah itu, tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar” (QS Yunus: 62-64).
Akhirnya, kami menutup tulisan ini dengan memohon kepada Allah Ta’ala agar Dia senantiasa melimpahkan taufik-Nya kepada kita untuk mendapatkan kebaikan dari-Nya di dunia dan akhirat, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 30 Muharram 1432 H
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
Artikel www.muslim.or.id

9 Kiat Agar Tidak Terjerumus Dalam Kelamnya Zina

Segala puji yang terbaik hanyalah milik Allah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Kita sudah ketahui bersama bagaimanakah kehidupan pemuda lajang saat ini. Pergaulan bebas bukanlah suatu yang asing lagi di tengah-tengah mereka. Tidak memiliki kekasih dianggap tabu di tengah-tengah mereka. Hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri pun seringkali terjadi. Bahkan ada yang sampai putus sekolah gara-gara masalah ini. Sungguh, inilah tanda semakin dekatnya hancur dunia.
Dalam tulisan kali ini, kami akan berusaha memberikan tips-tips mudah kepada segenap pemuda dan kaum muslimin secara umum agar  mereka bisa menjauhkan diri dari bahaya yang satu ini yaitu zina. Semoga Allah beri kepahaman.
Pertama: Ketahuilah Bahaya Zina
Allah Ta’ala dalam beberapa ayat telah menerangkan bahaya zina dan menganggapnya sebagai perbuatan amat buruk. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68). Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.
Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau bersabda, “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan bersamamu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda,
ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ
Kemudian engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Kemudian akhirnya Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas.[1] Di sini menunjukkan besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.
Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ
Jika seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali padanya.[2]
Inilah besarnya bahaya zina. Oleh karenanya, syariat Islam yang mulia dan begitu sempurna sampai menutup berbagai pintu agar setiap orang tidak terjerumus ke dalamnya. Jika seseorang mengetahui bahaya zina dan akibatnya, seharusnya setiap orang semakin takut pada Allah agar tidak terjerumus dalam perbuatan tersebut. Rasa takut pada Allah dan siksaan-Nya yang nanti akan membuat seseorang tidak terjerumus di dalamnya.
Kedua: Rajin Menundukkan Pandangan
Seringnya melihat lawan jenis dengan pandangan penuh syahwat, inilah panah setan yang paling mudah mengantarkan pada maksiat yang lebih parah. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.” (QS. An Nur: 30-31)
Allah Ta’ala juga menerangkan bahwa setiap insan akan ditanya apa saja yang telah ia lihat, sebagaimana terdapat dalam firman Allah,
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isro’: 36)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melarang duduk-duduk di tengah jalan karena duduk semacam ini dapat mengantarkan pada pandangan yang haram.
Dari Abu Sa’id Al Khudriy radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ » . فَقَالُوا مَا لَنَا بُدٌّ ، إِنَّمَا هِىَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا . قَالَ « فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا » قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ قَالَ « غَضُّ الْبَصَرِ ، وَكَفُّ الأَذَى ، وَرَدُّ السَّلاَمِ ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ ، وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ »
“Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan”. Mereka bertanya, “Itu kebiasaan kami yang sudah biasa kami lakukan karena itu menjadi majelis tempat kami bercengkrama”. Beliau bersabda, “Jika kalian tidak mau meninggalkan majelis seperti itu maka tunaikanlah hak jalan tersebut”. Mereka bertanya, “Apa hak jalan itu?” Beliau menjawab, “Menundukkan pandangan, menyingkirkan gangguan di jalan, menjawab salam dan amar ma’ruf nahi munkar”. (HR. Bukhari no. 2465)
Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Maka beliau memerintahkanku supaya memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 2159)
Ketiga: Menjauhi Campur Baur (Ikhtilath) yang Diharamkan
Di antara dalil yang menunjukkan haramnya ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan perempuan) adalah hadits-hadits berikut.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ » . فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ « الْحَمْوُ الْمَوْتُ »
Janganlah kalian masuk ke dalam tempat kaum wanita.” Lalu seorang laki-laki dari Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” beliau menjawab: “Ipar adalah maut.” (HR. Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 2172)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ » . فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ امْرَأَتِى خَرَجَتْ حَاجَّةً وَاكْتُتِبْتُ فِى غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا . قَالَ « ارْجِعْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ »
Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahromnya.” Lalu seorang laki-laki bangkit seraya berkata, “Wahai Rasulullah, isteriku berangkat hendak menunaikan haji sementara aku diwajibkan untuk mengikuti perang ini dan ini.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, kembali dan tunaikanlah haji bersama isterimu.” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341)
Dari ‘Umar bin Al Khottob, ia berkhutbah di hadapan manusia di Jabiyah (suatu perkampungan di Damaskus), lalu ia membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
Janganlah salah seorang diantara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka barangsiap yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia adalah seorang yang mukmin.” (HR. Ahmad 1/18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, para perowinya tsiqoh sesuai syarat Bukhari-Muslim)
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَبِيتَنَّ رَجُلٌ عِنْدَ امْرَأَةٍ ثَيِّبٍ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ نَاكِحًا أَوْ ذَا مَحْرَمٍ
Ketahuilah! Seorang laki-laki bukan muhrim tidak boleh bermalam di rumah perempuan janda, kecuali jika dia telah menikah, atau ada muhrimnya.” (HR. Muslim no. 2171)
Keempat: Wanita Hendaklah Meninggalkan Tabarruj
Inilah yang diperintahkan bagi wanita muslimah. Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Abu ‘Ubaidah mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”[3]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mengajak orang lain untuk tidak taat, dirinya sendiri jauh dari ketaatan, kepalanya seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)
Kelima: Berhijab Sempurna di Hadapan Pria
Sebagaimana Allah Ta’ala firmankan,
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab: 53)
Konteks pembicaraan dalam ayat ini adalah khusus untuk istri Nabi. Namun illah dalam ayat tersebut dimaksudkan umum sehingga hukumnya pun berlaku umum pada yang lainnya. Illah yang dimaksud adalah,
ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka”.
Juga kalau kita perhatikan kelanjutan ayat, maka hijab tersebut berlaku bagi wanita mukmin lainnya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.” (QS. Al Ahzab: 59)
Ditambah lagi dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Abdullah bin Mas’ud,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki.” (HR. Tirmidzi no. 1173. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
-bersambung insya Allah-
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

2 Feb 2011

Gambaran Islam di Negeri Ginseng

Islam Di KoreaTelah diketahui bersama oleh dunia bahwa Korea merupakan salah satu negara yang cukup maju di bidang teknologi. Berbagai produk elektronik Korea dengan kualitas yang lux membanjiri berbagai negara. Meski begitu, terdapat satu hal yang sering luput di negeri gingseng ini dari sorotan khayalak, yakni kehidupan beragama di negeri ini. Tulisan ini akan secara ringkat menggambarkan kehidupan Islam di Korea berdasarkan pengalaman penulis.
Sebagaian besar masyarakat di korea tidak beragama (atheis), yang jumlahnya mencapai sekitar 45%. Kemudian, diikuti dengan pemeluk agama Budha (23%), Kristen (18%) dan Katolik (10%) secara berturut-turut [1]. Tidak lupa, terdapat satu masyarakat minoritas yang menganut agama tauhid yang berusaha untuk tetap eksis di tengah-tengah mayoritas masyarakat pada umumnya. Ya, kelompok minoritas tersebut adalah umat Islam. Islam pertama kali mulai dikenal di Korea sejak tahun 1955 dengan datangnya tentara Turki untuk misi perdamaian di bawah PBB. Mereka membangun sebuah tempat sholat sederhana dari tenda dan mengenalkan tentang Islam di Korea. Sejak saat itu, kaum muslimin mulai ada dan jumlahnya terus bertambah [2]. Meski demikian, sangat berbeda dengan di Indonesia, jumlah penduduk asli Korea yang beragama Islam sampai saat ini tidak lebih 0,1% dari sekitar 50 juta jiwa total populasi penduduk [3,4]. Di samping jumlah tersebut, terdapat sekitar 200.000 muslim pendatang dari berbagai negara di dunia, baik untuk bekerja, belajar, ataupun menetap di Korea [3].
Masjid
Masjid pertama yang dibangun di Korea adalah Seoul Central Masjid and Islamic Center yang berada di kota Itaewon. Masjid ini selesai dibangun dan dibuka untuk publik pada tahun 1974 [5]. Tidak hanya sebagai tempat sholat, di kompleks masjid juga dilengkapi dengan kantor, ruang kelas, sekolah, dan aula untuk konferensi. Hal ini dimaksudkan agar masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat sholat saja, namun juga sebagai pusat dakwah dan pendidikan. Sebagai contoh, program pengobatan gratis diadakan secara rutin untuk masyarakat umum di kompleks masjid ini. Segala kegiatan ibadah dan aktivitas dakwah dikoordinasi oleh Korean Muslim Federation (KMF). Mengingat sebagian besar jumlah kaum muslimin yang di Korea adalah pendatang, maka seluruh aktivitas ibadah di masjid meliputi sholat jumat, idul fitri dan yang lainnya, disampaikan dalam 3 bahasa, yakni arab, inggris dan korea.
Masjid Seoul CenterSampai sekarang ada sekitar 21 masjid/islamic center yang tersebar di beberapa pusat kota di Korea, yang seluruhnya dibawah koordinasi oleh KMF [6]. Selain masjid dan islamic center, beberapa universitas/perusahaan menyediakan ruangan untuk tempat sholat bagi mahasiswa maupun karyawannya. Adapun di sebagian besar tempat, tidak pernah dijumpai tempat sholat khusus, sehingga kebanyakan kaum muslimin menjalankan sholat saat datang waktunya di mana saja, asalkan suci.
Makanan
Untuk mendapatkan makanan halal di negeri ini tidak sulit. Hampir di setiap kompleks masjid, terdapat toko muslim yang menyediakan berbagai macam makanan halal dari berbagai negara. Di samping itu, terdapat toko khusus yang menjual daging halal yang disembelih secara islami.
Terkait makanan kemasan produksi Korea, perlu kehati-hatian dalam memilih, karena sebagian besar makanan kemasan mengandung babi atau turunannya. KMF sudah mengeluarkan list makanan-makanan kemasan yang sudah dicek kehalalannya. Terdapat list makanan yang bisa dikonsumsi secara aman dan makanan yang mengandung yang haram. Adapun di luar list tersebut, pembeli harus mengecek sendiri kandungan penyusun makanan tersebut.
Masyarakat korea sangat gemar untuk makan daging. Sehingga sebagian besar restoran memiliki menu utama daging, baik babi, sapi, maupun ayam. Mengingat penyembelihan sapi dan ayam tidak mengikuti syariat Islam, kaum muslimin cenderung memilih menu sayuran dan ikan tatkala mengikuti jamuan makan bersama di restoran korea. Adapun di sekitar kompleks masjid/islamic center, terdapat banyak sekali restoran yang menyajikan makanan halal dari berbagai negara.
Budaya
Ada dua hal positif yang sangat kentara di kehidupan masyarakat Korea, yakni kerja keras dan kebersamaan. Hal ini berlaku untuk setiap komunitas, baik universitas, perusahaan, maupun yang lainnya. Namun begitu, kedua hal tersebut bisa menjadi masalah bagi seorang muslim jika tidak bisa hati-hati dalam bersikap. Terkait yang pertama, bagi sebagian besar orang Korea yang tidak beragama, kehidupan hanya untuk mendapatkan kesenangan hidup. Tidak ada hal khusus lain setelahnya. Oleh karena itu, sebagian waktu mereka hanya untuk mengejar tujuan ini. Tidak aneh jika dijumpai sebagian dari mereka cenderung menerapkan hal tersebut kepada bawahannya, baik karyawan maupun mahasiswa. Sehingga, untuk beberapa kasus, banyak diantara karyawan atau mahasiswa yang bekerja di luar jam wajib kerja untuk mengejar tuntutan hasil maksimal. Hal ini kadang melalaikan kewajiban mendasar untuk urusan akherat. Sehingga, pandai dalam mengatur waktu adalah kunci utama untuk mendapatkan kesuksesan, baik di dunia dan akherat.
Untuk yang kedua, terkait kebersamaan. Dalam beberapa kesempatan, kegiatan bersama sangat sering dilakukan. Hal ini cukup baik untuk meningkatkan keakraban antar anggota dalam komunitas tersebut. Namun begitu, tidak semua kebersamaan bebas dari masalah. Salah satu yang sangat kentara adalah saat kegiatan makan bersama dalam situasi tertentu, misalnya menyambut anggota baru, liburan akhir tahun, atau yang lainnya. Jika sekedar jamuan makan bersama saja, tentu tidak menjadi masalah, karena seorang muslim dapat memilih menu sayuran atau ikan. Namun, sudah menjadi hal yang lumrah, bahwa jamuan makan di negeri ini juga diiringi dengan sajian khomr. Adalah suatu hal yang sudah umum, menurut budaya di Korea, di mana seorang bawahan, termasuk murid dalam hal ini, harus menuangkan khomr ke gelas atasannya. Hal ini tentu tidak patut dilakukan bagi seorang muslim. Ditambah lagi, setelah selesai makan di restoran, biasanya dilanjutkan dengan pergi bersama ke bar untuk menyanyi bersama atau sekedar ngobrol, tentu ditemani dengan khomr lagi. Oleh karena itu, penolakan secara halus dengan menjelaskan secara baik harus dilakukan,
Menjadi Muslim di Korea
Bagaimanakah menjadi seorang muslim di Korea? Menurut hemat penulis, sebagai seorang pendatang, menjadi seorang muslim dan tinggal di Korea tidaklah sulit (meski juga tidak bisa dikatakan mudah). Secara umum, tidak ada hambatan berarti untuk menjalankan segala aktivitas ibadah. Di samping itu, untuk mendapatkan makanan yang halal dan baik, juga tidak sulit. Di sisi lain, masyarakat Korea cenderung tidak terlalu peduli dengan masalah agama, dan menghormati pemeluk agama lain. Sehingga, jika mereka mengetahui ada seorang yang ingin menjalankan ibadah dengan baik, mereka tidak akan ambil pusing dan beberapa diantaranya akan cenderung untuk mendukung (dengan menyediakan tempat dan yang lainnya). Meski demikian, sangat boleh jadi ada beberapa kasus yang berbeda dari hal ini di luar sepengetahuan penulis.
Bagaimana dengan penduduk asli? Hasna Bae, seorang mahasiswa (23 th) menyebutkan bahwa menjadi seorang muslimah di Korea tidak bisa dikatakan mudah. Hal ini dikarenakan jumlah kaum muslimin sangat sedikit, sehingga perbedaan cara hidup, baik dalam pakaian, makanan atau hal lainnya menjadikan mereka sangat kentara dan menjadi pusat perhatian dibandingkan yang lainnya. Yu Hyun Il (22 th), presiden asosiasi mahasiswa muslim di Hankook University of Foreign Studies (HUFS), menyebutkan bahwa hal yang paling sulit bagi dia adalah terkait dengan makanan dan minum khomr di bar. Terkait makanan, dia hanya bisa memilih menu sayuran dan ikan saat makan di restoran. Di samping itu, dia tidak pernah diajak pergi bersama ke bar, karena dia tidak ikut minum khomr. Jika dia ikut, terkadang suasana menjadi aneh dan tidak menyenangkan. Hal laen yang sangat berat dirasakan adalah menghilangkan opini masyarakat tentang Islam. Tatkala ada berita tentang pengeboman yang mengatasnamakan Islam dan jihad, sebagai contoh serangan 11 September di Amerika, masyarakat awam berfikir bahwa Islam mengajarkan kekerasan dan pengeboman untuk jihad. Banyak masyarakat awam Korea yang tidak tahu, menjadi takut dan cenderung menjauhi Islam dan pemeluknya karena hal ini. Oleh karena itu, sebagai penduduk asli yang beragama Islam, mereka berusaha keras menjelaskan kepada masyarakat awam bahwa Islam sangat melarang kekerasan, pengeboman dan hal semacamnya. Dan alhamdulillaah, Lee Ju-hwa, Ketua Dakwah dan Pendidikan KMF, menyebutkan bahwa sebagian besar masyarakat Korea sekarang bisa memahami [2]. Meski hidup sebagai seorang muslim bagi warga asli Korea terlihat berat, merea sangat bangga menjadi seorang muslim. Hasna bae, yang sedang kuliah di bidang metal design, menyebutkan bahwa dia mencari pekerjaan di bidang tersebut tanpa mengenyampingkan agamanya. Saat dia di tanya, “Apakah Anda akan menyembunyikan keyakinan Anda untuk mendapatkan pekerjaan?” Dia menjawab, “Never. I do not want to work for a company that doesn’t respect its employee’s religion anyway” [3].